Tasyakuran menjadi tradisi masyarakat islam di Indonesia ketika mendapatkan sebuah nikmat. Tasyakuran ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 20 juli
2019 pukul 20.00 WIB sampai selesai bertempat di halaman yang merupakan
tanah milik warga. Acara ini bersifat terbuka sehingga mahasiswa KKN 78 Universitas Trunojoyo Madura (UTM) dapat
menghadiri acara tersebut.
Penceramah pada acara ini adalah KH. Abdul
Sattar atau yang dikenal dengan
julukan ‘Singa Podium’ oleh santri -
santrinya. Memiliki nama lengkap adalah Abdullah
Sattar Madjid, anak dari KH. Madjid Iljas yang merupakan kiai kondang di
zamannya. Beliau lahir di Peneleh Surabaya 1
September 1937. Dibanding dengan saudara-saudaranya yang lain, ia paling
menonjol. Kelak ketika ayahnya meninggal, yang menggantikan posisi pengasuh
pengajian di Jama`ah Pengajian Surabaya adalah Abdullah Sattar Madjid. Melalui
gemblengan yang luar biasa dari ayahnya, pada akhirnya ia menjadi ulama yang
multi talenta dan mampu meneruskan estafeta kepemimpinan yang diwarisi dari
ayahnya.
Riwayat pendidikan keagamaan beliau
terbilang unik. Secara umum tidak pernah menyelesaikan studi keagamaan. Ia
berkeliling berguru menyusuri pondok-pondok di Indonesia, namun ia tak bertahan
lama karena mempunyai prinsip: “Selama kiai pondoknya tidak bisa menjawab
pertanyaannya, maka dia akan pindah lagi berguru ke sekolah lain”. Menurut penuturan kakaknya yang bernama
Abdullah Faqih Madjid, KH. Abdullah Sattar pernah mengenyam pendidikan di
Pondok Pesantren Darus Salam Gontor. Ia juga pernah mengampu pendidikan di UIN
Sunan Kali Jaga Yogyakarta. Ia pun pernah meneruskan studinya di Toronto
Kanada. Selain itu pernah juga menimba ilmu di Mesir yang saat itu berjumpa
dengan Gus Dur (Abdurrahman Wahid) dan kawan-kawan.
Di antara guru agamanya ialah Kh. Madjid
Ilyas, A. Hassan (dalam bidang mantiq), Abdul Qadir Hassan (dalam bidang Ilmu
Hadits), Muhammad Natsir (dalam bidang politik) bahkan dalam suatu forum
pengajian Ahad pagi dia pernah menyatakan pernah mendatangi orang-orang besar
di masanya. Ia juga seperguruan dengan Soekarno dalam bidang tertentu. Masih
banyak sebenarnya guru-guru besarnya yang tidak bisa disebutkan secara detail.
Karena pengalaman studinya begitu luas dan belum pernah dibukukan. Ada kisah menarik sewaktu
dia belajar di Kanada. Ketika lulus dari sana, di hadapan teman-tamannya ia
merobek ijazah yang didapatnya. Alasannya, beliau menganggap bukan untuk itu
dia kuliah. Ia dikenal sebagai ahli Fiqh, Hadits, dan
ilmu-ilmu lainnya. Kemampuannya bukan saja dalam bidang keagamaan, ia juga
menguasai arsitektur, peternakan (yang kelak disalurkan dengan pendirian
yayasan Astajati) dan ilmu-ilmu lain yang membuat muridnya heran dan berdecak
kagum. Layaknya
kiai pada umumnya di masa klasik, beliau memiliki keahlian yang beranekaragam.
Ini terbukti dari banyaknya santri yang berkonsultasi padanya dengan keperluan
yang beragam. Ada tentang keagamaan, kesehatan, finansial dan lain sebagainya.
Menurut penuturan murid-muridnya di antara hobi beliau adalah membaca dan
memasak. Untuk
membaca beliau pernah cerita, sewaktu di perpustakaan pondok pesantren Bangil
ia mengaku bahwa buku-buku yang ditandai merah adalah buku yang dibacanya.
Beliau adalah ulama agung yang tidak silau kepada keduniawian, serta konsisten
dalam memurnikan akidah umat.
Salah satu karya yang ditinggalkan –selain
kegiatan pengajian dan dakwah– adalah buku berbagai masalah agama yang berjudul
“Siaran Berkala” (yang merupakan kelanjutan dari tulisan ayahnya). Selain itu,
terjemahan Al-Qur`an berbahasa Madura adalah salah satu hasil tangan dinginnya
dalam mendidik santrinya sehingga penerjemahan itu bisa sempurna dan sudah
diterbitkan di Madura. Lebih dari itu, Masjid As-Sattar Surabaya, yang kabarnya
bangunan indah itu arsitek utamanya adalah beliau rahimahullah.
Hal yang tidak kalah penting, sejak beliau masih
hidup hingga sekarang diteruskan santri-santrinya, adalah konsistensi beliau
dan para santri setiap hari Jum’at untuk mensosialisasikan bahwa hari agung ini
–selain Idul Fitri dan Adha– adalah hari raya umat Islam. Yang pada intinya,
menyarankan bahwa hari Jum’at semestinya adalah hari libur umat Islam.Beliau
meninggal di Surabaya pada tanggal 2 Oktober 2010. Semoga jejak keulamaan dan
kiprahnya dalam mendakwahkan Islam bisa diteruskan oleh generasi selanjutnya, KH. Abdullah sattar berceramah tentang "kesabaran, keikhlasan dan
sedekah". Masyarakat bilaporah pada umumnya banyak yang
mengagumi kepada beliau.